GARUT – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Muhammad Hoerudin Amin, S.Ag., MH., menegaskan pentingnya peran konstitusi tertulis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam agenda Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang berlangsung di Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, pada Minggu, 29 Juni 2025, ia memaparkan secara mendalam mengenai konsep dan urgensi konstitusi tertulis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam sosialisasi yang merupakan bagian dari Media Sosialisasi Dapil (Sosdap) MPR RI ini, Hoerudin menjelaskan bahwa konstitusi tertulis merupakan dokumen hukum formal yang disusun secara sistematis dan dituangkan dalam naskah resmi. Dokumen tersebut berfungsi sebagai dasar hukum tertinggi yang menjadi acuan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Konstitusi tertulis adalah naskah hukum yang mengatur struktur pemerintahan, pembagian kekuasaan antar lembaga negara seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta menjamin hak-hak dasar warga negara,” ungkap Hoerudin dalam pemaparannya.Lebih lanjut, ia mencontohkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah bentuk nyata dari konstitusi tertulis di Indonesia. UUD 1945 memuat aturan-aturan dasar yang mengatur sistem pemerintahan, struktur kekuasaan, hingga jaminan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurutnya, keberadaan konstitusi tertulis memberikan kepastian hukum karena isi dan ketentuannya telah tertuang secara eksplisit dalam dokumen resmi yang dapat diakses dan dijadikan rujukan oleh seluruh elemen bangsa.
Selain menjelaskan tentang konstitusi tertulis, Hoerudin juga membandingkannya dengan konstitusi tidak tertulis atau yang lebih dikenal sebagai konvensi ketatanegaraan. Berbeda dengan konstitusi tertulis, konstitusi tidak tertulis bersumber dari praktik kebiasaan dan norma-norma yang berkembang dalam tradisi politik dan pemerintahan, tanpa didokumentasikan dalam satu naskah hukum tertentu.
Perbedaan mendasar terletak pada bentuk dan legalitasnya. Konstitusi tertulis memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sedangkan konvensi lebih bersifat moral dan tradisional,” tambah anggota Komisi X DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat XI ini.Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang meliputi Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi sarana penting untuk meningkatkan literasi konstitusional masyarakat. Kegiatan ini juga menjadi wadah untuk mengingatkan kembali masyarakat akan nilai-nilai luhur kebangsaan yang menjadi pondasi Indonesia.
Hoerudin menekankan, konstitusi tertulis bukan sekadar dokumen hukum, melainkan cerminan dari cita-cita dan nilai dasar bangsa Indonesia yang perlu dipahami dan dijaga bersama. Ia berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya menghormati dan mengimplementasikan isi konstitusi dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan pemahaman yang kuat terhadap konstitusi tertulis, maka masyarakat akan lebih mudah menjaga stabilitas negara, memperkuat demokrasi, dan menegakkan hak-hak warga negara sesuai prinsip keadilan sosial.
Melalui kegiatan semacam ini, MPR RI berharap nilai-nilai kebangsaan dapat terus mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan, khususnya di daerah-daerah. (*)
Sumber referensi: LintasJabar.com